Kisah Anjing Penghuni Gua

Kisah Anjing Penghuni Gua

anjingDikisahkan, ada sebuah kota yang bernama kota Ephese dipimpin oleh seorang Raja yang bernama Dikyanus. Raja Dikyanus beserta rakyatnya tidak mau menyembah Allah. Mereka malah memuja dan menyembah berhala. Nah, di kota Ephese ini banyak sekali dijumpai anjing. Bahkan sangking banyaknya, keberadaan anjing di kota Ephese dianggap sangat mengganggu. Warga Ephese sering terganggu tidurnya karena gonggongan anjing-anjing tersebut sepanjang malam. Bukan hanya itu saja, anjing-anjing tersebut sering mencuri makanan milik warga, menggigit anak-anak yang berada di luar rumah, serta mengotori tempat-tempat ibadah mereka. Agar anjing-anjing di kota Ephese dapat dikendalikan, maka Raja Dikyanus memutuskan untuk membunuh semua anjing yang ada. Alhasil, setiap hari ada saja bangkai anjing yang telah terbunuh.

Melihat anjing dijadikan sebagai musuh utama kota Ephese, maka ada seekor anjing kecil yang berusaha diselamatkan oleh ibunya di bawah puing-puing bangunan. Pada suatu hari, sang ibu anjing kecil tersebut sedang mencari makanan. Naas nasib si ibu anjing, ia terlihat oleh prajurit Dikyanus. Sang ibu berlari sekuat tenaga dan bersembunyi. Namun malang, para prajurit menemukan tempat persembunyiannya. Mereka memukuli ibu anjing hingga mati.

Sang anjing kecil yang telah mengetahui bahwa ibunya telah mati, merasa bersedih. Tapi rasa sedih itu segera terobati setelah tahu bahwa masih ada teman ibunya yang ingin mengasuhnya. Akhirnya sang anjing kecil diasuh dan disusui oleh teman ibunya tersebut. Teman ibunya itu selamat dari pembantaian karena bersembunyi di hutan. Anjing kecil dipelihara dengan penuh kasih sayang hingga besar. Untuk membalas kebaikan teman ibunya, ia menemani anjinga itu sampai tua dan mati. Setelah itu, anjing kecil yang telah menjadi anjing dewasa ini hidup sendiri dan tetap tinggal di puing-puing bangunan.

Suatu ketika, anjing tersebut memperhatikan seorang pemuda yang memasuki bangunan tempat dia bersembunyi. Anjing itu merasa takut, dia mengira pemuda tersebut adalah prajurit Dikyanus. Setelah lama diperhatikan, ternyata perkiraannya salah. Pemuda tersebut ternyata datang sambil menggiring hewan ternak yang ditinggalkannya di luar. Setelah itu, pemuda tersebut melakukan gerakan seperti orang yang sedang beribadah. Tampaknya, agama yang dianut oleh pemuda ini berbeda dengan agama Raja Dikyanus.

Dengan perasaan takut dan penasaran, anjing tersebut mencoba mendekati pemuda ini. Terdengar pemuda itu memuji-muji Allah dan berdoa kepada-Nya. Anjing itu mulai duduk di samping pemuda itu sampai pemuda itu selesai beribadah.

Selesai melakukan ibadah, pemuda itu mengeluarkan roti dan sepotong daging dari tasnya. Bau daging benar-benar membuat lapar anjing itu, apalagi sudah beberapa hari ini perutnya belum terisi makanan.

Anjing itu terus menatap pemuda itu sambil sekali-kali menggonggong lirih. Akhirnya, pemuda itu melihat si anjing dan memberikan sedikit daging bekalnya kepada anjing itu. Tetapi, tetap saja, meskipun dalam hati ingin mengambil daging itu, anjing itu masih takut untuk mendekati pemuda itu.

Melihat anjing itu merasa ingin tapi takut mendekat, akhirnya pemuda itu memutuskan untuk melemparkan daging itu. Dengan sigap, anjing itu menyambar daging yang diberikan pemuda itu, dan memakannya hingga tak tersisa. Setelah memakan daging itu, dalam hati sang anjing, ia ingin mengabdi kepada pemuda itu walau apapun yang terjadi.

Pemuda itu akhirnya pulang bersama dengan hewan ternaknya. Diam-diam, sang anjing membuntuti pemuda itu dari belakang. Saat pemuda itu tahu sang anjing mengikutinya, pemuda itu berusaha menghalau anjing itu. Tapi, anjing itu tetap mengikutinya.

Pemuda itu berjalan menuju istana Raja Dikyanus. Sebelum memasuki pintu istana, ia kembali menghalau anjing tersebut untuk menjauh. Tapi tetap saja anjing itu tidak mau menjauh dan tetap mengikuti pemuda itu. Akhirnya pemuda itu membiarkan anjing itu mengikutinya. Pemuda itu menyerahkan hewan-hewan ternaknya kepada penjaga istana.

Di dalam istana tersebut ada sebuah kebun yang sangat indah, di mana pinggir-pinggir kebun terdapat patung-patung yang berderet rapi. Tiba-tiba, anjing itu lari mendekati patung itu kemudian kencinglah anjing itu dibawah salah satu patung itu. Melihat hal itu, ada seekor anjing betina coklat yang mendekati anjing itu. Anjing betina itu menggonggong anjing tersebut bermaksud untuk mengusirnya. “Hai anjing asing! Patung yang kamu kencingi itu tuhannya Raja Dikyanus. jika sang raja tahu, kamu pasti akan dibunuhnya,”kata anjing betina itu. “Dimanakah kamu tinggal? Mengapa tubuhmu kurus sekali?”
“Aku tinggal di pelosok kota. Tubuhku kurus karena aku kurang makan.”
“Jika kamu mau, masih ada daging jatah makan siangku. Silahkan, makan semua daging itu!”
“Tapi, kamu jangan menggonggong, ya. Aku khawatir dituduh mencuri,”pinta anjing itu. Dengan lahapnya, semua daging makan siang anjing betina dihabiskan dalam sekejap.

Sebelum pemuda itu meninggalkan istana, Raja Dikyanus memanggil pemuda itu. Raja Dikyanus bertanya kepada pemuda itu,”Hai pemuda, aku tidak pernah melihatmu menyembang berhala seperti kami. Jika kamu mempunyai sesembahan lain selain tuhan-tuhan kami, kamu akan kusiksa sampai mati! Aku pun sering melihatmu bercakap-cakap dengan menteriku. Ada hubungan apa engkau dengan menteriku?”
“Baginda, aku bercakap-cakap dengannya karena ia sering memesan daging kepadaku,”jawab pemuda itu. “Bukankah menteriku itu tidak suka makan daging?”kata raja. Dengan tenang pemuda itu menjawab,”Baginda, memang sang menteri tidak suka makan daging, tetapi keluarganyalah uamh suka makan daging.” Sang raja pun tidak memperpanjang pertanyaannya lagi. Ia membayar hewan ternak yang dijual pemuda itu dan membiarkannya pergi.

Pemuda itu pulang disertai anjing tadi. Sesampai di rumah, pemuda itu memberikan kalung tembaga kepada anjing itu dan memakaikannya. Saat itulah anjing itu tinggal bersama pemuda itu. Tengah malam, pemuda itu keluar dari rumahnya. Anjing itu pun mengikutinya. Tibalah mereka di sebuah bukit, ada enam pemuda yang sudah menantinya. Mereka saling bersalaman dan berpelukan.

Pemuda itu berkata kepada salah seorang dari mereka,”Wahai Menteri, sang raja mulai mencurigai kita. Sebaiknya kita segera meninggalkan kota ini. “Aku rasa mata-mata Dikyanus telah mengetahui keimanan kita kepada Allah. Jika ia melaporkannya, kita pasti dibunuhnya atau dipaksa menyembah berhala,” sang menteri itu menjawab. “Kita tunggu saja sampai besok. Jika Dikyanus memang sudah mengetahuinya, kita harus secepatnya meninggalkan kota ini. Lalu, kita bersembunyi di sebuah gua yang tidak jauh dari bukit ini. Mudah-mudahan Allah melindungi kita semua,”jawab pemuda itu. Akhirnya mereka pun pulang ke rumah masing-masing.

Sang raja marah mendengar laporan mata-matanya. Ia memerintahkan kepada para prajurit menangkap ketujuh orang itu. Para prajurit mengobrak-abrik rumah penduduk untuk mencari ketujuh orang itu. Sementara itu, si pemuda beserta anjing itu dan keenam sahabatnya sudah berada di dalam gua. Mereka pun bersama-sama berdoa,”Ya Allah, berikanlah rahmat-Mu kepada kami, dan berikanlah kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami.”

Saking lelahnya, mereka pun tertidur dengan lelap. Sedangkan anjing itu berjaga-jaga di muka gua. Tapi, rasa kantuk berat pun juga melanda anjing itu, hingga anjing itupun tertidur pula. Ketika bangun, anjing itu terkejut melihat bulunya telah memanjang sedemikian rupa. Dia terheran-heran, bukankah dia hanya tidur semalam, mengapa bulunya telah memanjang. Anjing itu pun menggonggong-gonggong berusaha membangunkan seluruh penghuni gua. Anjing itu kembali terkejut ketika mendapati janggut mereka pun panjang sampai ke kaki. Demikian pula rambut mereka tergerai hingga menyentuh tanah. Mereka pun bertanya-tanya,”Mengapa kita sampai seperti ini? Seakan-akan kita sudah tidur selama ratusan tahun!”  Tapi salah seorang diantara mereka menyanggahnya, karena mereka juga merasa baru tidur hanya semalam saja. Mereka pun saling berdebat mempertengkarkan tentang lamanya tidur mereka. Akhirnya, salah satu dari mereka pun menengahi, bukankah mereka lebih baik memperoleh makanan. Mereka pun memilih pemuda itu membeli makanan. Pemuda itu mengajak anjing itu. Sebelum mereka pergi meninggalkan gua, mereka berpesan,”Kawan, berhati-hatilah! Jangan sampai diketahui Dikyanus dan para prajuritnya!”

Di sepanjang perjalanan mereka, banyak orang yang terheran-heran bahkan mereka cenderung ketakutan melihat penampilan kami. “Siapakah orang itu? Mengapa janggutnya panjang sekali? Perhatikan pula bulu anjingnya juga sangat panjang!”

Pemuda itu memasuki sebuah warung untuk membeli daging dan roti. Ia menyerahkan satu keping uang emas. Uang emas itu merupakan hasil penjualan hewan ternaknya kepada Raja Dikyanus. Ketika penjual roti melihat mata uang itu, ia kaget, lalu berkata,”Tuan, ini mata uang kuno! Dari mana Anda mendapatkannya? Apakah Anda baru menemukan harta karun?”

Orang-orang pun mengerumuni pemuda itu. Mereka ingin tahu apa yang telah terjadi. Dari cerita yang disampaikan, tahulah mereka bahwa pemuda itu adalah salah seorang dari tujuh orang beriman yang bersembunyi dalam gua. “Sekarang kalian jangan takut karena Raja Dikyanus yang kejam itu sudah meninggal lebih dari tiga ratus tahun yang lalu. Sekarang, kita dipimpin oleh seorang raja yang beriman kepada Allah seperti kalian,” kata mereka. Setelah mendengarkan penjelasan orang-orang itu, pemuda beserta anjingnya kembali ke gua.

Kisah kembalinya ketujuh orang itu sampai kepada Raja Ephese yang baru. Ia beserta para menterinya mendatangi mereka. Sang raja meminta mereka untuk tinggal di istananya. Namun, mereka menolaknya karena tidak ingin hidup bermewah-mewah. Mereka lebih suka tinggal di dalam gua untuk beribadah kepada Allah.

Tidak lama setelah itu, Allah mewafatkan ketujuh orang penghuni gua itu bersama anjingnya. Untuk mengenang mereka, Raja Ephese membuat tempat ibadah di atas gua itu. Peristiwa yang dialami para penghuni gua bersama anjingnya adalah salah satu tanda kebesaran Allah. Bahwa Allah berkuasa menidurkan hamba-hambanya selama tiga ratus sembilan tahun dan membangunkannya kembali. Subhanallah.

Leave a Reply

Your email address will not be published.